Saturday, May 26, 2018

Filled Under:

Kisah Abu Hurairah R.A, yaitu Bapa Segala Kucing


Sahabat nabi saw adalah insan yang paling mulia selepas nabi kerana pengorbanannya dalam membantu berjuang bersama nabi saw, jasa mereka tidak mampu dibayar melainkan jannah Allah swt. Firman Allah swt dalam Quran:
Dan orang-orang yang terdahulu – yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang “Muhajirin” dan “Ansar”, dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda akan mereka dan mereka pula reda akan Dia, serta Ia menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah ayat: 100) 
Tafsir Ibnu Katsier :
Allah Swt memberitahu tentang redha-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dan yang pertama-tama masuk islam dari golongan Muhajirin dan Ansar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik- baiknya. Bagi mereka itu semuanya Allah menyediakan kehidupan di surga dengan segala nikmat dan kebahagiaannya.

Beserta dengan ini marilah bersama mengenal mereka dengan mengungkap kisah sahabat ra pada minngu ini mengenai kisah Abu Hurairah ra, yaitu Bapaknya para Kucing.

Tokoh kita ini biasanya berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab dalam peninggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan solat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, beliau sering mengikatkan batu ke perutnya, bagi menahan lapar. Dalam sejarah beliau dikenal sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadith. Dialah Bapaknya para Kucing (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya.
Kenapa beliau dikenal sebagai “Bapak Kucing”? Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi ibn Shakhr Ad-Dausi, dan tatkala beliau memeluk Islam, beliau diberi nama oleh Rasul saw dengan Abdurrahman. beliau sangat penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor kucing, yang selalu diberinya makan, digendongnya, dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah bayang bayangnya. Inilah sebabnya beliau digelar sebagai “Bapaknya para Kucing”.
Penghafal Hadits Terbesar Sepanjang Masa
Shahabat mulia Abu Hurairah adalah seorang perawi agung yang paling banyak meriwayatkan hadith. Dia mempunyai bakat yang luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan. Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menghafal apa yang didengarinya, ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpan. Didengarnya, lalu terpatri dalam ingatannya, hampir tidak pernah beliau melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa saling berganti. Oleh karena itulah, beliau telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah saw sehingga termasuk antara sahabat yang terbanyak menerima dan menghafal Hadith, serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang zaman pemalsuan hadith yang dengan sengaja masyarakat membuat hadith-hadith palsu, seolah-olah ianya berasal dari Rasulullah saw. Mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan keterangannya dalam meriwayatkan Hadith dari Nabi saw, hingga sering kali mereka mengeluarkan sebuah “hadith”, dengan menggunakan kata-kata: — “Berkata Abu Hurairah… ”
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan keterangan Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadith dari Nabi saw menjadikan ianya satu keraguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadith yang telah membaktikan hidup mereka untuk berkhidmat kepada Hadith Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan ke dalamnya.
Di sana Abu Hurairah berhasil meloloskan diri dari jaringan kepalsuan dan penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan mengkambinghitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan yang mengkagumkan yang telah diciptakan. Dari seorang hamba upahan menjadi perawi hadith agung.
Dari seorang yang teronta-ronta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan panutan. Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Inilah Abu Hurairah ra sekarang bercerita dan berkata: “Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin. Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku! Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah panutan ummat.!”
Islamnya Abu Hurairah
Jika dibandingkan Nabi saw, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, beliau sudah yatim semenjak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.
Abu Hurairah ra datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar, beliau memeluk Islam karana dorongan kecintaan dan kerinduannya terhadap Islam. Dan semenjak beliau bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai’at kepadanya, hampir-hampir beliau tidak pernah berpisah daripada nabi kecuali pada ketika waktu tidur. Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni sejak beliau memeluk agama islam hingga wafatnya Nabi, pergi jauh disisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran!’
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan yang penting dalam berbakti kepada Agama.
Ketika itu pahlawan perang dikalangan sahabat amat banyak walhal ahli feqah, juru da’wah dan para guru amat sedikit. Tetapi lingkungan dalam masyarakat ketika itu amat memerlukan tulisan dari penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja bahkan termasuk juga benua eropah tidak mampu menulis. Dan tulisan itu belum Lagi merupakan bukti kemajuan terhadap masyarakat dikala itu.
Walaupun Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, beliau hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus.
Beliau menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang terakhir masuk Islam, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya. Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan do’a Rasul, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Beliau telah menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan yang kurnia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian.
Abu Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, beliau adalah seorang yang beketerampilan dalam bidang hafalan dengan mempunyai daya ingatan yang kuat. Karana beliau juga tidak punyai tanah yang akan diushakan atau perniagaan yang akan disibukkan, ini telah memberikan peluang untuknya berdamping dengan nabi saw, baik dalam perjalanan mahupun dikala menetap.
Begitulah beliau mempermahir dirinya dengan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal Hadith-hadith Rasulullah saw. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul’Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan hadith, yang menyebabkan sebahgian sahabatnya merasa hairan sambil tertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya hadith-hadith ini.
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan rasa kecurigaan dan keraguan kepada sahabat lain, beliau berkata: “Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan hadith dari Nabi saw. Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tidak ada menceritakan hadith itu? Ketahuilah, bahwa sekalian sahabatku orang-orang Muhajirin itu, mereka sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku dari orang Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain tidak. Dan aku tahu seandainya mereka lupa adalah karena kesibukan mereka.
Dan Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari, berkata beliau: “Siapa yang membentangkan serbannya hingga selesai ucapanku, kemudian dia mengambil serban ke dirinya, maka ia tidak akan terlupa dedikitpun dari apa yang telah didengarnya dari padaku!”
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengari daripadanya! Demi Allah kalau tidaklah karana adanya ayat di dalam Kitabullah nescaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikitpun melainkan! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat) !”
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!

Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tidak suatupun yang boleh menghalanginya dan tidak jua seorangpun boleh melarangnya, hingga pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar berkata kepadanya: “Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! kalau tidak, akan kukembalikan kau ke tanah Daus. !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengundang suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan saja oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Quran hingga ia melekat dan mantap dalam hati sanubari dan fikiran.
Kerana Al-Quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan risalah lengkap dan terlalu banyak mnceritakan tentang Rasulullah saw yang teristimewa. Tambahan lagi sewaktu wafatnya baginda Nabi saw, saat baru tercetusnya usaha menghimpunkan Al-Quran, maka ditakuti jika dihafal hadith pada ketika itu ianya akan mengundang campur aduk terhadap hadith dan quran!
Oleh karena ini, Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah.” Dan katanya lagi: “Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal perbuatannya!”
Dan sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak beliau berpesan kepadanya: “Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan Al-Quran seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka dengan hadith-hadith, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini!”
Al-Qur’an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam.
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi beliau juga percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga beliau tak mahu menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadith yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap jua disampaikan dan dikatakannya.
Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena sering kali beliau berucap berkenaan Haditsnya maka akan adanya tukang hadits yang lain yang akan menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para sahabat merasa sulit terhadap sebahgian besar dari Hadith-hadithnya. Orang yang sering berbuat demikian adalah Ka’ab al-Ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya beliau dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengkabarkan hadith-hadith dari Rasulullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan sekali lagi Hadith-hadith tersebut yang telah ditulis sekretarinya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau sepatah kata pun!
beliau berkata tentang dirinya, — “Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadith dari padaku, kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, karena beliau pandai menuliskan sedangkan aku tidak.” Dan Imam Syafi’i mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: — “beliau seorang yang paling banyak menghafal di antara seluruh perawi Hadith yang sesamanya.” Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: –“Ada delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah.”
Demikianlah Abu Hurairah ra tidak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kebijaksanaannya dan keabadiannya bagi menyampaikan risalah dari baginda nabi rasulullah saw.






0 comments:

Post a Comment