Sahabat
nabi saw adalah insan yang paling mulia selepas nabi kerana pengorbanannya
dalam membantu berjuang bersama nabi saw, jasa mereka tidak mampu dibayar
melainkan jannah Allah swt. Firman Allah swt dalam Quran:
Dan
orang-orang yang terdahulu – yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan)
dari orang-orang “Muhajirin” dan “Ansar”, dan orang-orang yang menurut (jejak
langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda akan mereka dan
mereka pula reda akan Dia, serta Ia menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang
mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya;
itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah ayat: 100)
Tafsir
Ibnu Katsier :
Allah Swt memberitahu tentang redha-Nya kepada orang-orang yang terdahulu
dan yang pertama-tama masuk islam dari golongan Muhajirin dan Ansar, serta
orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik- baiknya. Bagi mereka itu
semuanya Allah menyediakan kehidupan di surga dengan segala nikmat dan
kebahagiaannya.
Beserta
dengan ini marilah bersama mengenal mereka dengan mengungkap kisah sahabat ra
pada minngu ini mengenai kisah Abu Hurairah ra, yaitu Bapaknya para
Kucing.
Tokoh
kita ini biasanya berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan
Arab dalam peninggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran
dan solat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, beliau sering mengikatkan batu ke
perutnya, bagi menahan lapar. Dalam sejarah beliau dikenal sahabat yang paling
banyak meriwayatkan hadith. Dialah Bapaknya para
Kucing (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya.
Kenapa
beliau dikenal sebagai “Bapak Kucing”? Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu
Syamsi ibn Shakhr Ad-Dausi, dan tatkala beliau memeluk Islam, beliau diberi
nama oleh Rasul saw dengan Abdurrahman. beliau sangat penyayang kepada binatang
dan mempunyai seekor kucing, yang selalu diberinya makan, digendongnya,
dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah
bayang bayangnya. Inilah sebabnya beliau digelar sebagai “Bapaknya para
Kucing”.
Penghafal
Hadits Terbesar Sepanjang Masa
Shahabat
mulia Abu Hurairah adalah seorang perawi agung yang paling banyak meriwayatkan
hadith. Dia mempunyai bakat yang luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan
ingatan. Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menghafal apa yang
didengarinya, ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan
menyimpan. Didengarnya, lalu terpatri dalam ingatannya, hampir tidak pernah
beliau melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah didengarnya,
sekalipun usia bertambah dan masa saling berganti. Oleh karena itulah, beliau
telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah saw
sehingga termasuk antara sahabat yang terbanyak menerima dan menghafal Hadith,
serta meriwayatkannya.
Sewaktu
datang zaman pemalsuan hadith yang dengan sengaja masyarakat membuat
hadith-hadith palsu, seolah-olah ianya berasal dari Rasulullah saw. Mereka
memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan keterangannya dalam
meriwayatkan Hadith dari Nabi saw, hingga sering kali mereka mengeluarkan
sebuah “hadith”, dengan menggunakan kata-kata: — “Berkata Abu Hurairah… ”
Dengan
perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan keterangan Abu Hurairah dan
kedudukannya selaku penyampai Hadith dari Nabi saw menjadikan ianya satu
keraguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan
ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh
tokoh-tokoh utama para ulama Hadith yang telah membaktikan hidup mereka untuk
berkhidmat kepada Hadith Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan
ke dalamnya.
Di
sana Abu Hurairah berhasil meloloskan diri dari jaringan kepalsuan dan
penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam,
dengan mengkambinghitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan
mereka kepadanya.
Beliau
adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala
perubahan yang mengkagumkan yang telah diciptakan. Dari seorang hamba upahan
menjadi perawi hadith agung.
Dari
seorang yang teronta-ronta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan
panutan. Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi
orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Inilah Abu
Hurairah ra sekarang bercerita dan berkata: “Aku dibesarkan dalam keadaan
yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin. Aku menerima upah sebagai
pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku! Akulah yang
melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang
tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang inilah aku, Allah telah
menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah panutan
ummat.!”
Islamnya
Abu Hurairah
Jika
dibandingkan Nabi saw, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus,
sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, beliau
sudah yatim semenjak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.
Abu
Hurairah ra datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau
berada di Khaibar, beliau memeluk Islam karana dorongan kecintaan dan kerinduannya
terhadap Islam. Dan semenjak beliau bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai’at
kepadanya, hampir-hampir beliau tidak pernah berpisah daripada nabi kecuali
pada ketika waktu tidur. Begitulah berjalan selama masa empat tahun yang
dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni sejak beliau memeluk agama islam hingga
wafatnya Nabi, pergi jauh disisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang
empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh
dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan
pendengaran!’
Dengan
fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang
memungkinkannya untuk memainkan peranan yang penting dalam berbakti kepada
Agama.
Ketika
itu pahlawan perang dikalangan sahabat amat banyak walhal ahli feqah, juru
da’wah dan para guru amat sedikit. Tetapi lingkungan dalam masyarakat ketika
itu amat memerlukan tulisan dari penulis. Di masa itu golongan manusia pada
umumnya bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja bahkan termasuk juga benua
eropah tidak mampu menulis. Dan tulisan itu belum Lagi merupakan bukti kemajuan
terhadap masyarakat dikala itu.
Walaupun
Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, beliau hanya seorang ahli hafal yang
mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu mengadakan kesempatan yang
diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya
perniagaan yang akan diurus.
Beliau
menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang terakhir masuk Islam, maka ia
bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus
menerus dan secara tetap menyertai majlisnya. Kemudian disadarinya pula adanya
bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan
kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan do’a Rasul, agar
pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Beliau
telah menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan yang kurnia Ilahi
untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini
dan mewariskannya kepada generasi kemudian.
Abu
Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita
utarakan, beliau adalah seorang yang beketerampilan dalam bidang hafalan dengan
mempunyai daya ingatan yang kuat. Karana beliau juga tidak punyai tanah yang
akan diushakan atau perniagaan yang akan disibukkan, ini telah memberikan
peluang untuknya berdamping dengan nabi saw, baik dalam perjalanan mahupun
dikala menetap.
Begitulah
beliau mempermahir dirinya dengan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal
Hadith-hadith Rasulullah saw. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul’Ala
(wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan hadith, yang menyebabkan
sebahgian sahabatnya merasa hairan sambil tertanya-tanya di dalam hati, dari
mana datangnya hadith-hadith ini.
Abu
Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan rasa kecurigaan dan
keraguan kepada sahabat lain, beliau berkata: “Tuan-tuan telah mengatakan bahwa
Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan hadith dari Nabi saw. Dan tuan-tuan
katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam,
tidak ada menceritakan hadith itu? Ketahuilah, bahwa sekalian sahabatku
orang-orang Muhajirin itu, mereka sibuk dengan perdagangan mereka di
pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku dari orang Anshar sibuk degan tanah
pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak
menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain tidak. Dan aku
tahu seandainya mereka lupa adalah karena kesibukan mereka.
Dan
Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari, berkata beliau: “Siapa
yang membentangkan serbannya hingga selesai ucapanku, kemudian dia mengambil
serban ke dirinya, maka ia tidak akan terlupa dedikitpun dari apa yang telah
didengarnya dari padaku!”
Maka
kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke
diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang
telah kudengari daripadanya! Demi Allah kalau tidaklah karana adanya ayat di
dalam Kitabullah nescaya tidak akan kukabarkan kepada kalian sedikitpun
melainkan! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di
dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para
pengutuk (Malaikat-malaikat) !”
Demikianlah
Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak
mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. Yang pertama: karena ia melowongkan
waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh
Rasul, hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia
gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits
ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak
dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang
yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!
Oleh
sebab itulah ia harus saja memberitakan, tidak suatupun yang boleh
menghalanginya dan tidak jua seorangpun boleh melarangnya, hingga pada suatu
hari Amirul Mu’minin Umar berkata kepadanya: “Hendaklah kamu hentikan
menyampaikan berita dari Rasulullah! kalau tidak, akan kukembalikan kau ke
tanah Daus. !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi
larangan ini tidaklah mengundang suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah
sebagai pengukuhan dari suatu pandangan saja oleh Umar, yaitu agar orang-orang
Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain,
kecuali Al-Quran hingga ia melekat dan mantap dalam hati sanubari dan fikiran.
Kerana
Al-Quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan risalah lengkap dan
terlalu banyak mnceritakan tentang Rasulullah saw yang teristimewa. Tambahan
lagi sewaktu wafatnya baginda Nabi saw, saat baru tercetusnya usaha
menghimpunkan Al-Quran, maka ditakuti jika dihafal hadith pada ketika itu ianya
akan mengundang campur aduk terhadap hadith dan quran!
Oleh
karena ini, Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia
adalah kalam Allah.” Dan katanya lagi: “Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal
Rasulullah kecuali yang mengenai amal perbuatannya!”
Dan
sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak beliau berpesan kepadanya:
“Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka
terdengar bacaan Al-Quran seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan
jangan anda bimbangkan mereka dengan hadith-hadith, dan aku menjadi pendukung
anda dalam hal ini!”
Al-Qur’an
sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya
tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat
menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat
untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam.
Abu
Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi beliau juga percaya terhadap dirinya
dan teguh memenuhi amanat, hingga beliau tak mahu menyembunyikan suatu pun dari
Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan
kejahatan.
Demikianlah,
setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadith yang pernah
didengar dan ditangkapnya tetap jua disampaikan dan dikatakannya.
Hanya
terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu
Hurairah ini, karena sering kali beliau berucap berkenaan Haditsnya maka akan
adanya tukang hadits yang lain yang akan menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul
saw dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para sahabat merasa
sulit terhadap sebahgian besar dari Hadith-hadithnya. Orang yang sering berbuat
demikian adalah Ka’ab al-Ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada
suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu
Hurairah. Maka dipanggilnya beliau dan dibawanya duduk bersamanya, lalu
dimintanya untuk mengkabarkan hadith-hadith dari Rasulullah saw. Sementara itu
disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik
dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan
dimintanya membacakan sekali lagi Hadith-hadith tersebut yang telah ditulis
sekretarinya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau sepatah
kata pun!
beliau
berkata tentang dirinya, — “Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang
lebih banyak menghafal Hadith dari padaku, kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
karena beliau pandai menuliskan sedangkan aku tidak.” Dan Imam Syafi’i
mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: — “beliau seorang yang
paling banyak menghafal di antara seluruh perawi Hadith yang sesamanya.”
Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: –“Ada delapan ratus orang atau lebih
dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu
Hurairah.”
Demikianlah
Abu Hurairah ra tidak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah
ditaqdirkan kebijaksanaannya dan keabadiannya bagi menyampaikan risalah dari
baginda nabi rasulullah saw.
0 comments:
Post a Comment